Saatnya Keluar dari Facebook?

13285943992103734556

Siapa yang tidak punya akun di Facebook sekarang ini? Dari anak-anak usia belia sampai kakek-nenek tumpah ruah untuk bergabung dengan media sosial yang pada awalnya dibuat di asrama Universitas Harvard tersebut. Tidak memiliki akun Facebook seperti memiliki tekanan tertentu, karena mungkin saja bila anda bertemu teman lama atau teman baru, anda bisa saja ditanyakan apa akun Facebooknya.


Tentunya sebuah prestasi tersendiri bila anda bisa keluar dari Facebook. Saya telah melakukannya dan tidak bermaksud untuk memengaruhi anda agar mengambil keputusan yang sama karena alasan saya belum tentu cocok dengan anda. Apa yang saya pahami akan berbeda dengan yang anda pahami tentang Facebook.

Akan tetapi coba kita lihat beberapa hal berikut ini. Terkait dengan IPO Facebook, sepertinya banyak sekali pemberitaan yang serta merta keluar dan membahas Facebook. Pada umumnya, sebagaimana layaknya berita, ada yang pro, namun tidak sedikit pula yang kontra. Saya tidak akan membahas artikel yang pro dan mendukung untuk terus menggunakan Facebook, namun saya melihat ada kecenderungan, banyak suara yang mengatakan mereka akan keluar dari Facebook.

Sebuah artikel di Guardian, berjudul sama dengan judul artikel ini “Is it time to leave Facebook?” memunculkan debat apakah perlu keluar dari Facebook. Artikel yang lain dari Read Write Web melihat sisi lain dari gerakan keluar dari Facebook. Artikel ini melaporkan sebuah gerakan yang mungkin serius atau hanya sebagai sebuah lelucon dengan nama I’m Not On Facebook. Kedua artikel ini mengatakan bahwa salah satu dari IPO atau penerapan Timeline di Facebook yang membuat mereka untuk berpikir lagi tentang keanggotaan mereka di Facebook.

Bila pada artikel di Guardian terlihat plus minus Facebook, di artikel Read Write Web ternyata diimplementasikan kepada bisnis dengan membuat kaus I’m Not on Facebook yang dijual via internet. Namun jangan mengira mereka ini tidak serius dengan kegiatan tidak lagi berada di Facebook tersebut. I’m Not On Facebook melalui akun di Twitter sering mengupdate hal-hal yang terkait dengan Facebook. Mereka yang menjadi follower akun ini sering menceritakan mengapa mereka tidak lagi menggunakan Facebook untuk selamanya.

Selain itu juga ada permintaan dari seorang jurnalis, agar mereka yang memenuhi kualifikasi : Perempuan, usia 30-40 tahun dan baru saja keluar dari Facebook bisa bersedia untuk diwawancarai dan kemudian tulisan hasil wawancara tersebut akan ditampilkan dalam kolom feature di Daily Mail.
Tentu kita bertanya, mengapa banyak (pengertian banyak ini lebih dari satu) pengguna Facebook keluar dari media sosial tersebut padahal pengguna sangat diharapkan untuk bertambah agar target IPO Facebook tercapai. Coba kita baca sebuah pernyataan di blog seorang perempuan yang akhirnya keluar dari Facebook.
Real friends do more than punch the “like” key on your status updates. Real friends call you directly on the phone, send cards, help you move furniture, meet you for breakfast, babysit your cats, or otherwise make three-dimensional efforts to be there for you.
Tampak dari pernyataan di atas ada sesuatu yang hilang dari pertemanan di Facebook. Sering sekali, sebelum kita terlibat dengan banyak sosial media seperti sekarang ini (terutama Facebook) arti teman bagi kita adalah orang yang kita kenal secara pribadi kehidupannya. Paling tidak mereka ini pernah bertemu dan memang saling mengenal satu sama lain. Dengan adanya Facebook arti pertemanan ini menjadi luas. Anda bisa saja “berteman” dengan orang yang sama sekali tidak anda kenal, bahkan fotonya pun tidak ada, tetapi mereka ada dalam daftar pertemanan anda. Anda bisa berteman dengan seorang selebriti bahkan dengan Barack Obama.

Namun dalam arti sebenarnya apakah semua teman anda tersebut merupakan teman dalam arti sebenarnya? Mungkin sebagian ada yang anda temui sehari-hari, namun melihat rata-rata teman pengguna Facebook sebagaimana disebut oleh Sheryl Sandberg, yaitu sebanyak 120 orang, saya percaya sebagian besar teman- teman anda di Facebook hanyalah teman virtual. Ungkapan yang bagus:
Real friends do more than punch the “like” key on your status updates.

Kemudian dimensi pertemanan yang selama ini saya pahami adalah adanya hubungan usaha tiga dimensi. Usaha tiga dimensi ini disebut juga usaha nyata bukan berupa sebuah kata LIKE yang mampir di update status karena itu hanya dua dimensi karena tidak diwujudkan dengan usaha sebenarnya. Tentu saja hal-hal seperti ini membuat mereka yang telah berada di Facebook cukup lama menjadi berpikir, apakah yang mereka lakukan selama ini di Facebook? Hanya mengklik LIKE? (uh!)

Hal lain yang mungkin perlu dipertimbangkan adalah akibat dari penggunaan Facebook. Cukup banyak riset yang menemukan dampak negatif dari Facebook. Salah satunya  pengguna Facebook menjadi orang yang narsis. Facebook merupakan media yang sangat tepat untuk mempromosikan diri pribadi. Ada kecenderungan, jika seorang teman tidak komentar di update status atau foto, maka ia juga tdak akan punya komentar dari update status dan foto yang ia upload.
In short, Facebook was becoming a tool to promote myself, with a few family photos thrown in for good measure. I’d gotten so busy that I wasn’t taking time to comment on my friends’ updates and photos — unless they left comments on mine.
Saya percaya, sebagai sebuah media sosial yang sejauh ini berhasil, keluarnya beberapa pengguna Facebook tak akan banyak pengaruhnya bagi Facebook itu sendiri. Terkait dengan IPO atau Timeline Facebook sepertinya Facebook cukup yakin bisa berhasil. Namun saya juga percaya, ada masanya suatu saat pengguna akan mengalami kebosanan. Pada titik tertentu, seperti yang dialami oleh Friendster dan MySpace, Facebook akan ditinggalkan dan beralih ke media sosial yang lebih menjanjikan.

Nah untuk terus menggunakan Facebook atau mengikuti beberapa orang yang keluar dari Facebook saat ini, tentunya ada di tangan anda sendiri.



sumber : http://teknologi.kompasiana.com/internet/2012/02/07/saatnya-keluar-dari-facebook/




Category Article

What's on Your Mind...