Home > Konspirasi Dunia > Flu Burung Ternyata Rekayasa Senjata Biologi AS & WHO
Flu Burung Ternyata Rekayasa Senjata Biologi AS & WHO
Posted on Jumat, 23 September 2011 by Unknown
Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari (59) bikin gerah World Health Organization (WHO) dan Pemerintah Amerika Serikat (AS). Fadilah berhasil menguak konspirasi AS dan badan kesehatan dunia itu dalam mengembangkan senjata biologi dari virus flu burung, Avian influenza (H5N1). Setelah virus itu menyebar dan menghantui dunia, perusahaan-perusahaan dari negara maju memproduksi vaksin lalu dijual ke pasaran dengan harga mahal di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Fadilah menuangkannya dalam bukunya berjudul Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung.Selain dalam edisi Bahasa Indonesia, Siti juga meluncurkan buku yang sama dalam versi Bahasa Inggris dengan judul It’s Time for the World to Change. Konspirasi tersebut, kata Fadilah, dilakuakn negara adikuasa dengan cara mencari kesempatan dalam kesempitan pada penyebaran virus flu burung. “Saya mengira mereka mencari keuntungan dari penyebaran flu burung dengan menjual vaksin ke negara kita,” ujar Fadilah kepada Persda Network di Jakarta , Kamis (21/2). Situs berita Australia , The Age, mengutip buku Fadilah dengan mengatakan, Pemerintah AS dan WHO berkonpirasi mengembangkan senjata biologi dari penyebaran virus avian H5N1 atau flu burung dengan memproduksi senjata biologi.
Karena itu pula, bukunya dalam versi bahasa Inggris menuai protes dari petinggi WHO. “Kegerahan itu saya tidak tanggapi. Kalau mereka gerah, monggo mawon. Betul apa nggak, mari kita buktikan. Kita bukan saja dibikin gerah, tetapi juga kelaparan dan kemiskinan. Negara-negara maju menidas kita, lewat WTO, lewat Freeport , dan lain-lain. Coba kalau tidak ada kita sudah kaya,” ujarnya. Fadilah mengatakan, edisi perdana bukunya dicetak masing-masing 1.000eksemplar untuk cetakan bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Total sebanyak 2.000 buku. “Saat ini banyak yang meminta jadi dalam waktu dekat saya akan mencetak cetakan kedua dalam jumlah besar. Kalau cetakan pertama dicetak penerbitan kecil, tapi untuk rencana ini, saya sedang mencari bicarakan dengan penerbitan besar,” katanya.
Selain mencetak ulang bukunya, perempuan kelahiran Solo, 6 November 1950, mengatakan telah menyiapkan buku jilid kedua. “Saya sedang menulis jilid kedua. Di dalam buku itu akan saya beberkan semua bagaimana pengalaman saya. Bagaimana saya mengirimkan 58 virus, tetapi saya dikirimkan virus yang sudah berubah dalam bentuk kelontongan. Virus yang saya kirimkan dari Indonesia diubah-ubah Pemerintahan George Bush,” ujar menteri kesehatan pertama Indonesia dari kalangan perempuan ini.
Siti enggan berkomentar tentang permintaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyonoyang memintanya menarik buku dari peredaran. “Bukunya sudah habis. Yang versi bahasa Indonesia , sebagian, sekitar 500 buku saya bagi-bagikan gratis, sebagian lagi dijual ditoko buku. Yang bahasa Inggris dijual,” katanya sembari mengatakan, tidak mungkin lagi menarik buku dari peredaran. Pemerintah AS dikabarkan menjanjikan imbalan peralatan militer berupa senjata berat atau tank jika Pemerintah RI bersedia menarik buku setebal 182 halaman itu.
Mengubah Kebijakan
Apapun komentar pemerintah AS dan WHO, Fadilah sudah membikin sejarah dunia. Gara-gara protesnya terhadap perlakuan diskriminatif soal flu burung, AS dan WHO sampai-sampai mengubah kebijakan fundamentalnya yang sudah dipakai selama 50 tahun. Perlawanan Fadilah dimulai sejak korban tewas flu burung mulai terjadi di Indonesia pada 2005. Majalah The Economist London menempatkan Fadilah sebagai tokoh pendobrak yang memulai revolusi dalam menyelamatkan dunia dari dampak flu burung. “Menteri Kesehatan Indonesia itu telah memilih senjata yang terbukti lebih berguna daripada vaksin terbaik dunia saat ini dalam menanggulangi ancaman virus flu burung, yaitu transparansi, ” tulis The Economist.
The Economist, seperti ditulis Asro Kamal Rokan di Republika, edisi pekan lalu, mengurai, Fadilah mulai curiga saat Indonesia juga terkena endemik flu burung 2005 silam. Ia kelabakan. Obat tamiflu harus ada. Namun aneh, obat tersebut justru diborong negara-negara kaya yang tak terkena kasus flu burung. Di tengah upayanya mencari obat flu burung, dengan alasan penentuan diagnosis, WHO melalui WHO Collaborating Center (WHO CC) di Hongkong memerintahkannya untuk menyerahkan sampel spesimen. Mulanya, perintah itu diikuti Fadilah. Namun, ia juga meminta laboratorium
litbangkes melakukan penelitian. Hasilnya ternyata sama. Tapi, mengapa WHO CC meminta sampel dikirim ke Hongkong?
Fadilah merasa ada suatu yang aneh. Ia terbayang korban flu burung di Vietnam . Sampel virus orang Vietnam yang telah meninggal itu diambil dan dikirim ke WHO CC untuk dilakukan risk assessment, diagnosis, dan kemudian dibuat bibit virus. Dari bibit virus inilah dibuat vaksin. Dari sinilah, ia menemukan fakta, pembuat vaksin itu adalah perusahaan-perusaha an besar dari negara maju, negara kaya, yang tak terkena flu burung. Mereka mengambilnya dari Vietnam , negara korban, kemudian menjualnya ke seluruh dunia tanpa izin. Tanpa kompensasi. Fadilah marah. Ia merasa kedaulatan, harga diri, hak, dan martabat negara-negara tak mampu telah dipermainkan atas dalih Global Influenza Surveilance Network (GISN) WHO. Badan ini sangat berkuasa dan telah menjalani praktik selama 50 tahun. Mereka telah memerintahkan lebih dari 110 negara untuk mengirim spesimen virus flu ke GISN tanpa bisa menolak. Virus itu menjadi milik mereka, dan mereka berhak memprosesnya menjadi vaksin.
Di saat keraguan atas WHO, Fadilah kembali menemukan fakta bahwa para ilmuwan tidak dapat mengakses data sequencing DNA H5N1 yang disimpan WHO CC. Data itu, uniknya, disimpan di Los Alamos National Laboratoty di New Mexico , AS. Di sini, dari 15 grup peneliti hanya ada empat orang dari WHO, selebihnya tak diketahui. Los Alamos ternyata berada di bawah Kementerian Energi AS.
Di lab inilah duhulu dirancang bom atom Hiroshima . Lalu untuk apa data itu, untuk vaksin atau senjata kimia? Fadilah tak membiarkan situasi ini. Ia minta WHO membuka data itu. Data DNA virus H5N1 harus dibuka, tidak boleh hanya dikuasai kelompok tertentu. Ia berusaha keras. Dan, berhasil. Pada 8 Agustus 2006, WHO mengirim data itu. Ilmuwan dunia yang selama ini gagal mendobrak ketertutupan Los Alamos , memujinya.
Majalah The Economist menyebut peristiwa ini sebagai revolusi bagi transparansi. Tidak berhenti di situ. Siti Fadilah terus mengejar WHO CC agar mengembalikan 58 virus asal Indonesia , yang konon telah ditempatkan di Bio Health Security, lembaga penelitian senjata biologi Pentagon. Ini jelas tak mudah. Tapi, ia terus berjuang hingga tercipta pertukaran virus yang adil, transparan, dan setara.
Ia juga terus melawan dengan cara tidak lagi mau mengirim spesimen virus yang diminta WHO, selama mekanisme itu mengikuti GISN, yang imperialistik dan membahayakan dunia.
Dan, perlawanan itu tidak sia-sia. Meski Fadilah dikecam WHO dan dianggap menghambat penelitian, namun pada akhirnya dalam sidang Pertemuan Kesehatan Sedunia di Jenewa Mei 2007, International Government Meeting (IGM) WHO di akhirnya menyetujui segala tuntutan Fadilah, yaitu sharing virus disetujui dan GISN dihapuskan.
SUMBER
Category Article Konspirasi Dunia
Arsip Blog
-
▼
2011
(552)
-
▼
September
(58)
- Inilah Alasan Nokia PHK Ribuan Karyawan
- Mengatasi Kecanduan Seks
- Wow! 7 Orang Nenek Raih Sabuk Hitam Taekwondo
- Ritual Seks Bebas Untuk Mencari Kekayaan (2)
- Ritual Seks Bebas Untuk Mencari Kekayaan (1)
- Cara Membuat Gigi Kuning Menjadi Putih Secara Alami
- Mengerikan! Kecepatan Internet Di Jepang
- Antara Kentut dan Cinta yang Puitis
- Gilak...Busana Ini Terbuat dari 3.000 Puting Sapi ...
- Alice Goodwin Kembali Buka-bukaan
- OMG !!! Ada Perempuan yang Hamil di Usia 61 Tahun
- 10 Teori Konspirasi Terbesar di Dunia
- 6 Hobi yang Bisa Tingkatkan Kualitas Bercinta
- Tali Lidah Putus Akibat Ciuman
- Astaga...Arkeolog Temukan Makam 'Zombie' di Irlandia
- 6 Hal yang Membuat Pria Menangis
- Bisakah Keperawanan Dikembalikan?
- Astaga, Demi Beli Cincin Tunangan Pria Jual Ginjalnya
- Awana, Eksekutor Penalti Kontroversial, Tewas kare...
- Ilmuwan Temukan Terompet Malaikat Israfil?
- Awas Mengantongi Korek Api dan Hp disaku Bersamaan...
- Artis yang Kehidupan Seksnya Dibongkar
- Adegan Seks Catwoman & Batman di Komik Di Kritik
- 10 Tips Menghadapi Jalanan Macet
- Pemerintah bohong soal kasus Ruyati
- Sepeda Fixie a.k.a Fixed Gear : Antara Gaul dan Ba...
- 10 Daftar Bahan Kosmetik Yang Dirahasiakan
- 8 Cara Berhemat yang Justru Bikin Boros
- Inilah 10 Negara Terkaya di Dunia Saat Ini
- Langkah-Langkah Aman Berselingkuh
- Striptease Dijual Rp 600.000
- Indonesia Peringkat ke-3 Pengakses Situs Porno
- Gagal Operasi Akibatnya Payudara Dempet Jadi Satu
- 6 Fakta Mengapa Wanita Bosan di Ranjang
- Sejarah Trend Fashion Harajuku di Jepang
- 10 Hal yang Jarang Orang Ketahui Tentang Mario Bros
- Kiat-kiat dan Pantangan Saat Merawat Rambut
- Jangan Beli 5 Barang ini Secara Online
- Bahaya di Balik Segelas Jus Buah
- Ledakan Mahadasyat Misterius di Siberia 1908
- (Foto-foto) Begini Caranya Bikin Binatang Pelihara...
- [FOTO] Tato Yang Dibuat khusus Untuk Mengenang Per...
- Download Transformers 3: Dark of The Moon (2011) B...
- Chris Lesmana, Orang Indonesia Perancang VW New Be...
- Kondom Unik Bikin Pria Tak Berdaya
- Sering Naik Motor Pria “Loyo” di Ranjang?
- Ini Dia Perbedaan Seks dengan Pria Disunat dan Tak...
- Dibalik Senyuman Pramugari yang Cantik
- Inilah Teori Baru Runtuhnya WTC
- Sisakan Makanan di Restoran Bakal Kena Denda
- 10 Ide Liar dan Panas Saat ML
- Download Movie THE TREE OF LIFE - BRRip 850Mb (2011)
- Flu Burung Ternyata Rekayasa Senjata Biologi AS & WHO
- 'The Raid', Film Indonesia Pertama yang Masuk Bios...
- Seni Bikin Mr P Cepat ‘Berdiri’
- Teknik Jitu Rangsang Klitoris dengan Jari
- Tips Seks Memainkan Buah Dada Untuk Puaskan Pasangan
- Tips Menambah Berat Badan Ideal Dengan Cara Sehat
-
▼
September
(58)